Sabtu, 12 Februari 2011
Pindah...
saat ini wildlife of karst Gunungsewu pindah ke http://www.wildlifeofgunungsewu.wordpress.com/...
Kamis, 03 Februari 2011
Gua: Ekosistem di Karst yang Eksotik
Sudah cukup banyak orang yang tahu apa itu gua. Benar, gua adalah lorong bawah tanah dengan syarat dapat dimasuki oleh manusia. Gua yang ada tidak hanya gua horizontal, tapi juga vertical yang sering disebut dengan gua sumuran atau luweng. Gua di karst merupakan hasil dari pelarutan batuan oleh air. Sebagian besar gua di karst berbentuk lorong karena merpakan hasil aktivitas air yang membentuk sungai bawah tanah.
Gua tdak hanya memiliki stalagtit dan stalagmit saja, namun berbagai bentukan ornament, berdasarkan pembentukannya terbagi dalam tiga kelompok, yaitu ornament yang terbentuk oleh tetesan air (dripstone), ornament yang terbentuk karena aliran (flowstone), dan ornament yang terbentuk karena pergerakan air dalam jumlah sedikit (rimstone). Untuk lebih lanjut mengenai ornament bias hubungi kami dan tidak dibahas dalam artikel ini karena tidak relevan.
Di dalam gua tidak ada tumbuhan karena tidak ada cahaya di dalamnya. Kalapun ada, itu hanya merupakan perkecambahan dari biji yang terikut oleh aliran air sungai bawah tanah. Setelah cadangan makanan di lembaga habis, tumbuhan tersebut akan mati karena tidak dapat berfotosintesis.
Gua ini merupakan salah satu ekosistem yang menarik di karst. Selain ekosistem luar (eksokarst), gua yang merupakan ekosistem bawah tanah (endokarst) merupakan habitat bagi satwa yang menarik. Secara umum, satwa di dalam berdasarkan aktivitasnya terbagi dalam tiga jenis, yaitu satwa yang tersesat di dalam gua (trogloxene) seperti ular dan mammal kecil, satwa yang menyukai gua sebagai tempat berlindung atau aktivitas lain (troglophile) seperti kelelawar, dan satwa yang seluruh siklus hidupnya berada di dalam gua (troglobit).
Satwa yang teradaptasi di dalam gua pada umumnya tidak memiliki indera penglihatan. Hal ini terjadi karena di dalam gua organ tersebut tidak terpakai. Sebagai gantinya, satwa tersebut akan mengembangkanorgan lain seperti organ perabanya. Seperti pada amblipigy (photo 2)yang mengembangkan kaki depannya menjadi organ peraba yang sangat panjang. Ada pula satwa yang mengembangkan ekholokasi seperi burung wallet linchi (Collocalia linchi) dan gelombang suara seperti kelelawar (Chiroptera). Beberapa jenis satwa gua akan kita bahas di artikel lainnya karena memang cukup banyak dan memiliki daya tarik tersendiri pada tiap spesiesnya. Observasi yang kami lakukan hingga saat ini menemukan sekitar 20 jenis satwa gua. Hal ini belum seberapa karena LIPI menemukan sekitar 40 jenis satwa gua di karst Gunungsewu.
Sayangnya banyak orang yang tidak menyadari akan keberadaan mereka karena sebagian besar satwa gua adalah serangga. Berdasarkan observasi yang pernah kami lakukan dan diskusi dengan teman-teman pegiat alam terbuka, diperoleh beberapa kasus yang cukup memperihatinkan. Salah satunya adalah hilangnya salah satu satwa karena semakin seringnya orang masuk gua dengan bahan bakar karbit karena gas metal yang dihasilkan dari sisa pembakaran (yang tidak terbakar) cukup mengganggu serangga ini. Dalam kurun waktu sekitar dua tahun, serangga ini sudah tidak kami jumpai di gua X. masih banyak kasus lainnya.
Dari uraian di atas, maka lebih baik kita mengenal terlebih dahulu gua yang akan kita masuki demi keberlangsungan satwa di dalamnya. Memang mereka hanya kecil tapi mereka juga berhak hidup karena memiliki nyawa. Penelitian seperti ini memang cukup lama, jadi disarankan untuk berkonsultasi dengan pihak yang mengetahui terutama masyarakat sekitar. Karena masyarakat sekitar memiliki cara tersendiri dengan kearifan lokalnya. Hasil studi kami menunjukkan bahwa larangan masuk ke beberapa tempat karena dianggap angker pada kenyataannya sebagian besar gua tersebut memiliki nilai ekologi yang cukup tinggi. Seperti keberadaannya sebagai sumber air di kawasan yang terletak di bawahnya, adanya satwa endemic, dan lain-lain. Mari kita jaga alam kita dengan kepedulian kita pada hal-hal kecil karena dari hal-hal kecil munculnya sesuatu yang besar.
Salam lestari
Gua tdak hanya memiliki stalagtit dan stalagmit saja, namun berbagai bentukan ornament, berdasarkan pembentukannya terbagi dalam tiga kelompok, yaitu ornament yang terbentuk oleh tetesan air (dripstone), ornament yang terbentuk karena aliran (flowstone), dan ornament yang terbentuk karena pergerakan air dalam jumlah sedikit (rimstone). Untuk lebih lanjut mengenai ornament bias hubungi kami dan tidak dibahas dalam artikel ini karena tidak relevan.
Di dalam gua tidak ada tumbuhan karena tidak ada cahaya di dalamnya. Kalapun ada, itu hanya merupakan perkecambahan dari biji yang terikut oleh aliran air sungai bawah tanah. Setelah cadangan makanan di lembaga habis, tumbuhan tersebut akan mati karena tidak dapat berfotosintesis.
Gua ini merupakan salah satu ekosistem yang menarik di karst. Selain ekosistem luar (eksokarst), gua yang merupakan ekosistem bawah tanah (endokarst) merupakan habitat bagi satwa yang menarik. Secara umum, satwa di dalam berdasarkan aktivitasnya terbagi dalam tiga jenis, yaitu satwa yang tersesat di dalam gua (trogloxene) seperti ular dan mammal kecil, satwa yang menyukai gua sebagai tempat berlindung atau aktivitas lain (troglophile) seperti kelelawar, dan satwa yang seluruh siklus hidupnya berada di dalam gua (troglobit).
Satwa yang teradaptasi di dalam gua pada umumnya tidak memiliki indera penglihatan. Hal ini terjadi karena di dalam gua organ tersebut tidak terpakai. Sebagai gantinya, satwa tersebut akan mengembangkanorgan lain seperti organ perabanya. Seperti pada amblipigy (photo 2)yang mengembangkan kaki depannya menjadi organ peraba yang sangat panjang. Ada pula satwa yang mengembangkan ekholokasi seperi burung wallet linchi (Collocalia linchi) dan gelombang suara seperti kelelawar (Chiroptera). Beberapa jenis satwa gua akan kita bahas di artikel lainnya karena memang cukup banyak dan memiliki daya tarik tersendiri pada tiap spesiesnya. Observasi yang kami lakukan hingga saat ini menemukan sekitar 20 jenis satwa gua. Hal ini belum seberapa karena LIPI menemukan sekitar 40 jenis satwa gua di karst Gunungsewu.
Sayangnya banyak orang yang tidak menyadari akan keberadaan mereka karena sebagian besar satwa gua adalah serangga. Berdasarkan observasi yang pernah kami lakukan dan diskusi dengan teman-teman pegiat alam terbuka, diperoleh beberapa kasus yang cukup memperihatinkan. Salah satunya adalah hilangnya salah satu satwa karena semakin seringnya orang masuk gua dengan bahan bakar karbit karena gas metal yang dihasilkan dari sisa pembakaran (yang tidak terbakar) cukup mengganggu serangga ini. Dalam kurun waktu sekitar dua tahun, serangga ini sudah tidak kami jumpai di gua X. masih banyak kasus lainnya.
Dari uraian di atas, maka lebih baik kita mengenal terlebih dahulu gua yang akan kita masuki demi keberlangsungan satwa di dalamnya. Memang mereka hanya kecil tapi mereka juga berhak hidup karena memiliki nyawa. Penelitian seperti ini memang cukup lama, jadi disarankan untuk berkonsultasi dengan pihak yang mengetahui terutama masyarakat sekitar. Karena masyarakat sekitar memiliki cara tersendiri dengan kearifan lokalnya. Hasil studi kami menunjukkan bahwa larangan masuk ke beberapa tempat karena dianggap angker pada kenyataannya sebagian besar gua tersebut memiliki nilai ekologi yang cukup tinggi. Seperti keberadaannya sebagai sumber air di kawasan yang terletak di bawahnya, adanya satwa endemic, dan lain-lain. Mari kita jaga alam kita dengan kepedulian kita pada hal-hal kecil karena dari hal-hal kecil munculnya sesuatu yang besar.
Salam lestari
Kepunahan Hutan Karst
Gambar di atas merupakan foto salah satu 'relic' hutan karst yang tersisa. Dari hasil observasi, dapat dipastikan bahwa hutan karst dapat dikatakan telah punah. Yang tersisa hanyalah beberapa pohon yang terfragmentasi. kerusakannya terjadi karena beberapa faktor terutama aktivitas manusia (sebagian besar karena pembangunan sarana-prasarana). Kepunahan hutan karst memang suatu fakta yang tidak bisa dihindari lagi.
Suatu fakta yang cukup menyakitkan, akan tetapi keberadaannya masih dapat diusahakan kembali, paling tidak dapat dibuat miniaturnya untuk mengtahui struktur vegetasi, komposisi, dan stratifikasinya. memang membutuhkan waktu yang sangat lama, namun jika tidak segera dimulai mau kapan lagi?
Hal itu memang lebih baik disegerakan mengingat keberadaan 'relic' hutan karst yang berupa pohon-pohon yang 'dimistikkan'. Selain karena umurnya yang sudah tua, kepercayaan manusia akan budaya yang semakin luntur cukup mengancam keberadaannya. Dari hasil observasi, diketahui bahwa beberapa spesies pohon hanya terdapat satu individu saja.
ini adalah salah satu foto pohon yang hanya satu-satunya. Pohon ini disebut sebagai pohon 'Jatiluwih'. Berasal dari kata Jati dan Keluwih yang merupakan dua pohon yang berbeda. Dikatakan seperti itu karena batangnya adalah batang pohon jati namun daunnya berlekuk seperti daun keluwih. Secara biologi, spesies ini masuk dalam genus Tectona (sama dengan jati), akan tetapi karena suatu alasan (entah adaptasi atau genetik) spesies ini memiliki morfologi daun yang berlekuk. Akan tetapi kearifan lokal menganggap bahwa pohon tersebut berasal dari tongkat seorang Sunan yang ditancapkan waktu beristirahat di daerah itu dan kemudian meninggalkannya. Sepeninggal Sunan tersebut, tongkat ini menjadi pohon Jatiluwih. Konon, orang yang menebang pohon ini akan mati hingga seluruh keluarganya. Satu hal yang dapat kita petik dari kearifan lokal tersebut, bahwa sebenarnya kearifan masyarakat setempat memiliki teknik dan cara sendiri untuk melindungi spesies pohon endemik yang terdapat di daerahnya.
Itulah yang mendorong kami untuk melaksanakan project kecil-kecilan berupa penyiapan lahan untuk membangun miniatur hutan karst.
Untuk info lebih lanjut mengenai project tersebut dapat menghubungi kami di guano_edno@yahoo.co.id
Semoga artikel ini bermanfaat...
Suatu fakta yang cukup menyakitkan, akan tetapi keberadaannya masih dapat diusahakan kembali, paling tidak dapat dibuat miniaturnya untuk mengtahui struktur vegetasi, komposisi, dan stratifikasinya. memang membutuhkan waktu yang sangat lama, namun jika tidak segera dimulai mau kapan lagi?
Hal itu memang lebih baik disegerakan mengingat keberadaan 'relic' hutan karst yang berupa pohon-pohon yang 'dimistikkan'. Selain karena umurnya yang sudah tua, kepercayaan manusia akan budaya yang semakin luntur cukup mengancam keberadaannya. Dari hasil observasi, diketahui bahwa beberapa spesies pohon hanya terdapat satu individu saja.
ini adalah salah satu foto pohon yang hanya satu-satunya. Pohon ini disebut sebagai pohon 'Jatiluwih'. Berasal dari kata Jati dan Keluwih yang merupakan dua pohon yang berbeda. Dikatakan seperti itu karena batangnya adalah batang pohon jati namun daunnya berlekuk seperti daun keluwih. Secara biologi, spesies ini masuk dalam genus Tectona (sama dengan jati), akan tetapi karena suatu alasan (entah adaptasi atau genetik) spesies ini memiliki morfologi daun yang berlekuk. Akan tetapi kearifan lokal menganggap bahwa pohon tersebut berasal dari tongkat seorang Sunan yang ditancapkan waktu beristirahat di daerah itu dan kemudian meninggalkannya. Sepeninggal Sunan tersebut, tongkat ini menjadi pohon Jatiluwih. Konon, orang yang menebang pohon ini akan mati hingga seluruh keluarganya. Satu hal yang dapat kita petik dari kearifan lokal tersebut, bahwa sebenarnya kearifan masyarakat setempat memiliki teknik dan cara sendiri untuk melindungi spesies pohon endemik yang terdapat di daerahnya.
Itulah yang mendorong kami untuk melaksanakan project kecil-kecilan berupa penyiapan lahan untuk membangun miniatur hutan karst.
Untuk info lebih lanjut mengenai project tersebut dapat menghubungi kami di guano_edno@yahoo.co.id
Semoga artikel ini bermanfaat...
Introduction
Salam lestari
Blog ini dibuat untuk memperkenalkan kehidupan alam di kawasan batuan gamping (karst) yang dikenal sangat kering. Pada kenyataannya, karst menyimpan banyak kekayaan biodiversitas. Pada umumnya, orang awam mendefinisikan karst sebagai 'kawasan batu gamping'. Akan tetapi sebenarnya tidak hanya itu, masih ada beberapa syarat lainnya sehingga suatu kawasan dapat disebut sebagai 'karst'. Gunungsewu merupakan karst terbesar di Indonesia. terletak di selatan pulau Jawa, terbentang dari Yogyakarta hingga Pacitan (Jawa timur). masih banyak karst lainnya di Indonesia yang juga memiliki daya tarik tersendiri. Akan tetapi saya tidak akan membahas hal itu. Di blog ini akan dibahas mengenai biodiversitas di kawasan serta aspek lainnya yang saling berhubungan dengan ekosiste kawasan yang terkenal 'kering' ini. Dengan adanya blog ini diharapkan banyak orang yang kemudian tertarik dan mulai peduli dengan lingkungan di sekitarnya terutama bagi orang-orang yang hidup di karst.
Semoga keberadaan blog ini bermanfaat bagi khalayak umum terutama bagi masyarakat yang hidup di karst.
Salam lestari
Blog ini dibuat untuk memperkenalkan kehidupan alam di kawasan batuan gamping (karst) yang dikenal sangat kering. Pada kenyataannya, karst menyimpan banyak kekayaan biodiversitas. Pada umumnya, orang awam mendefinisikan karst sebagai 'kawasan batu gamping'. Akan tetapi sebenarnya tidak hanya itu, masih ada beberapa syarat lainnya sehingga suatu kawasan dapat disebut sebagai 'karst'. Gunungsewu merupakan karst terbesar di Indonesia. terletak di selatan pulau Jawa, terbentang dari Yogyakarta hingga Pacitan (Jawa timur). masih banyak karst lainnya di Indonesia yang juga memiliki daya tarik tersendiri. Akan tetapi saya tidak akan membahas hal itu. Di blog ini akan dibahas mengenai biodiversitas di kawasan serta aspek lainnya yang saling berhubungan dengan ekosiste kawasan yang terkenal 'kering' ini. Dengan adanya blog ini diharapkan banyak orang yang kemudian tertarik dan mulai peduli dengan lingkungan di sekitarnya terutama bagi orang-orang yang hidup di karst.
Semoga keberadaan blog ini bermanfaat bagi khalayak umum terutama bagi masyarakat yang hidup di karst.
Salam lestari
Langganan:
Postingan (Atom)